Setelah
keguguran itu, ibu terus pendarahan. Ibu hanya bisa terbaring lemah di tempat
tidur. Ia tak bisa ke mana-mana, bahkan untuk duduk saja pun ia mengalami
kesulitan. Jadilah bapak yang mengurusi aku dan Puput. Menyiapkan makanan buat
kami, membuatkanku susu, mengantar Puput sekolah, mengurusi ayam, membersihkan
rumah, bahkan juga ke pasar semuanya dilakukan oleh bapak. Kami tak punya sanak
saudara di sini selain Om Mus. Om Mus juga sibuk sekali dengan pekerjaanya di proyek.
Sesekali para tetangga datang ke rumah kami, membantu meringankan tugas bapak.
Untunglah,
tetanggaku Pak Mun mempunyai kerabat seorang bidan, dengan senang hati Bu Bidan
datang ke rumah kami secara rutin. Padahal rumahnya cukup jauh dari komplek
ini. Rumahnya ada di Desa Kebayakan, sekitar 10 km jauhnya dari komplek ini.
Pagi ini bapak
mengajakku ke pasar. Katanya daripada di rumah nanti aku akan mengganggu ibu.
Lucu sekali rasanya saat itu, seorang bapak ke pasar dengan anak perempuannya yang
baru berumur 4 tahun.
Di dalam mobil
toa aku pun duduk di pangkuannya. Kami turun di terminal kota. Dari terminal
itu bapak mengajakku berjalan menuju para pedagang sayuran.
“Berapa ini
seikat?” tanya bapak kepada penjual bayam.
“100,” bapak pun
mengeluarkan uang 100 rupiah dari kantongnya. Ia berikan uang itu kepada sang
penjual.
Bapak tak pintar
menawar jadi ia langsung membayar saja berapapun harganya. Tapi tak begitu
masalah karena harga sayuran sangat murah sekali di sini dibandingkan dengan di
Jawa.
Sayur-sayuran
itu kemudian ia masukkan ke dalam ransel besar yang sedari tadi menggantung di
punggungnya. Aneh memang, biasanya orang ke pasar membawa keranjang tapi bapak
membawa ransel, tapi masih mendinglah dari pada seorang bapak membawa keranjang.
Ia lalu
mengajakku berkeliling pasar lagi. Ia terus melakukan hal yang sama berulang
kali: memilih sayuran, menanyakan harganya, dan membayarnya.
Tak hanya
membeli sayuran, bapak juga membeli barang-barang pokok lainnya untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari kami, seperti gula, minyak, susu, dan lain-lain.
Aku terus mengikutinya berjalan berkeliling pasar yang sangat luas itu sampai
tas ransel bapak benar-benar penuh. Bapak makin terlihat seperti pendaki gunung
saja. Setelah itu barulah kami pulang ke rumah dengan mobil toa kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar