Minggu, 20 September 2020

Kisah 3: Ke Pasar Bersama Bapak

 

Setelah keguguran itu, ibu terus pendarahan. Ibu hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur. Ia tak bisa ke mana-mana, bahkan untuk duduk saja pun ia mengalami kesulitan. Jadilah bapak yang mengurusi aku dan Puput. Menyiapkan makanan buat kami, membuatkanku susu, mengantar Puput sekolah, mengurusi ayam, membersihkan rumah, bahkan juga ke pasar semuanya dilakukan oleh bapak. Kami tak punya sanak saudara di sini selain Om Mus. Om Mus juga sibuk sekali dengan pekerjaanya di proyek. Sesekali para tetangga datang ke rumah kami, membantu meringankan tugas bapak.

Untunglah, tetanggaku Pak Mun mempunyai kerabat seorang bidan, dengan senang hati Bu Bidan datang ke rumah kami secara rutin. Padahal rumahnya cukup jauh dari komplek ini. Rumahnya ada di Desa Kebayakan, sekitar 10 km jauhnya dari komplek ini.

Pagi ini bapak mengajakku ke pasar. Katanya daripada di rumah nanti aku akan mengganggu ibu. Lucu sekali rasanya saat itu, seorang bapak ke pasar dengan anak perempuannya yang baru berumur 4 tahun.

Di dalam mobil toa aku pun duduk di pangkuannya. Kami turun di terminal kota. Dari terminal itu bapak mengajakku berjalan menuju para pedagang sayuran.

“Berapa ini seikat?” tanya bapak kepada penjual bayam.

“100,” bapak pun mengeluarkan uang 100 rupiah dari kantongnya. Ia berikan uang itu kepada sang penjual.

Bapak tak pintar menawar jadi ia langsung membayar saja berapapun harganya. Tapi tak begitu masalah karena harga sayuran sangat murah sekali di sini dibandingkan dengan di Jawa.

Sayur-sayuran itu kemudian ia masukkan ke dalam ransel besar yang sedari tadi menggantung di punggungnya. Aneh memang, biasanya orang ke pasar membawa keranjang tapi bapak membawa ransel, tapi masih mendinglah dari pada seorang bapak membawa keranjang.

Ia lalu mengajakku berkeliling pasar lagi. Ia terus melakukan hal yang sama berulang kali: memilih sayuran, menanyakan harganya, dan membayarnya.

Tak hanya membeli sayuran, bapak juga membeli barang-barang pokok lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari kami, seperti gula, minyak, susu, dan lain-lain. Aku terus mengikutinya berjalan berkeliling pasar yang sangat luas itu sampai tas ransel bapak benar-benar penuh. Bapak makin terlihat seperti pendaki gunung saja. Setelah itu barulah kami pulang ke rumah dengan mobil toa kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar