Sepulang
dari mengaji sekitar pukul 5 aku pun segera berganti pakaian dengan pakaian
bermain. Kuambil kaos dan celana komprang dari almari, pakaian bermainku
tentunya. Aku keluar rumah. Puput, Bang Miga, Bang Ivan, Kak Titi, Kak Iin,
Cece Kak Titi, Bang Sigit, dan Kak Lucky telah berkumpul di jalanan depan rumah
Kak Titi rupanya. Sore ini kami akan bermain bola kasti. Aku masih kecil,
sehingga aku hanya jadi anak bawang saja, yaitu hanya ikut-ikutan bermain, jadi
bisa bergabung dengan kelompok manapun. Inilah yang aku tidak suka, aku merasa
diriku sudah besar karena aku sudah masuk sekolah dasar. Sudah sepatutnya aku
dianggap sama dengan anak-anak lainnya, karena dengan begitu aku akan merasa
bertanggung jawab terhadap diriku dan kelompokku.
Jalanan
depan rumah Kak Titi memang sering kali kami gunakan untuk bermain karena
tempat itu adalah tempat yang strategis, pertemuan dari 10 rumah yang ada di
blok perumahanku. Kamu jangan bayangkan jalanannya ramai, dan akan ada motor
yang lewat disela-sela kami bermain. Tentu saja tidak! Jalanan-jalanan di
komplek kami sangat sepi, jarang sekali ada kendaraan yang lewat.
Selain
di depan rumah Kak Titi ini, kami juga biasa bermain kasti di taman dan
lapangan komplek. Kalau di sana kami juga akan bergabung dengan anak-anak blok
selatan seperti Bang Galih, Nova, Agri, Febry, Laras, dan Kak Dayah.
Dalam
permainan bola kasti, kami terbagi dalam dua kelompok. Setiap kelompok terdiri
dari beberapa anak. Pembagian kelompok dilakukan secara adil dengan suit. Pasangan
suit pun disesuaikan dengan kemampuan kami. Miga sudah pasti akan suit dengan
Ivan, sementara Puput dengan temannya yang lain yang sama besarnya. Berhubung
aku anak bawang, jadi aku tak perlu suit.
Satu
kelompok akan bermain sementara kelompok lainnya akan berjaga. Aku tak terlalu
lihai dalam memukul karena aku memang tak bakat jadi algojo, tapi lihai dalam
berlari. Kelompok Bang Sigit main duluan. Setelah satu persatu anggotanya
memukul bola dan pergi ke benteng 2, sekarang giliran Bang Sigit sundul Bola.
Saat Bang Sigit sundul, anggotanya yang lain yang ada di benteng 2 akan berlari
ke benteng 3 dengan cepat agar tak kena pukulan bola. Bang Sigit pun diberikan
kesempatan memukul 3 kali untuk memulangkan anak buahnya kembali ke benteng 1.
Bang Sigit pun melakukan pukulan pertamanya. “Ceppp...” pukulannya belum cukup
jauh rupanya untuk dapat memulangkan mereka. Ia kembali memukul dan “wow!” pukulannya
sangat jauh sekali dan jatuh di semak-semak kebun yang ada di ujung pertigaan jalan
ini. Semua anggotanya pun berlari ke benteng 1.
Kelompok
jaga langsung berlari ke kebun untuk mencari bola itu, namun mereka tak
menemukannya juga. Kelompok Bang Sigit lantas ikut mencari. Bola kasti sebesar
kepalan tangan itu memang sulit sekali ditemukan di tengah rumput hijau karena
warnanya yang juga hijau. Apalagi kebun ini sepertinya sudah lama tak dirawat
oleh pemiliknya, lihat saja! Banyak semak-semak disana dan bisa jadi bola kasti
itu bersembunyi diantara rimbunnya semak-semak. Entahlah, mengapa kami tak
takut ular yang kapan saja bisa datang. Adalah hal yang memungkinkan bagi ular
untuk datang dan mematuk kami. Di lingkunganku itu memang sering sekali
ditemukan ular. Kalau pun tidak dipatuk ular, badan kami pasti akan gatal-gatal
karena digigit serangga yang berada di rerumputan. Cukup lama juga kami mencari
dan akhirnya Bang Sigit menemukannya. Namun kami tak melanjutkan permainannya
lagi, waktu sudah senja sehingga kami harus pulang ke rumah masing-masing.
Apalagi Bang Sigit, ia pasti tak ingin pulang ke rumahnya malam-malam karena
jalan ke rumahnya sangat gelap sekali dengan semak belukar di kanan-kiri jalan.
Kami
kembali ke rumah masing-masing untuk membersihkan diri, kecuali aku dan Puput
yang jarang sekali mandi di sore hari, ngirit air. Hehe...! Bermain di sore hari
adalah hal yang menyenangkan bagi kami sebelum matahari terbenam.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar