Rabu, 23 September 2020

Kisah 14: Bola Kasti

 

Sepulang dari mengaji sekitar pukul 5 aku pun segera berganti pakaian dengan pakaian bermain. Kuambil kaos dan celana komprang dari almari, pakaian bermainku tentunya. Aku keluar rumah. Puput, Bang Miga, Bang Ivan, Kak Titi, Kak Iin, Cece Kak Titi, Bang Sigit, dan Kak Lucky telah berkumpul di jalanan depan rumah Kak Titi rupanya. Sore ini kami akan bermain bola kasti. Aku masih kecil, sehingga aku hanya jadi anak bawang saja, yaitu hanya ikut-ikutan bermain, jadi bisa bergabung dengan kelompok manapun. Inilah yang aku tidak suka, aku merasa diriku sudah besar karena aku sudah masuk sekolah dasar. Sudah sepatutnya aku dianggap sama dengan anak-anak lainnya, karena dengan begitu aku akan merasa bertanggung jawab terhadap diriku dan kelompokku.

Jalanan depan rumah Kak Titi memang sering kali kami gunakan untuk bermain karena tempat itu adalah tempat yang strategis, pertemuan dari 10 rumah yang ada di blok perumahanku. Kamu jangan bayangkan jalanannya ramai, dan akan ada motor yang lewat disela-sela kami bermain. Tentu saja tidak! Jalanan-jalanan di komplek kami sangat sepi, jarang sekali ada kendaraan yang lewat.

Selain di depan rumah Kak Titi ini, kami juga biasa bermain kasti di taman dan lapangan komplek. Kalau di sana kami juga akan bergabung dengan anak-anak blok selatan seperti Bang Galih, Nova, Agri, Febry, Laras, dan Kak Dayah.

Dalam permainan bola kasti, kami terbagi dalam dua kelompok. Setiap kelompok terdiri dari beberapa anak. Pembagian kelompok dilakukan secara adil dengan suit. Pasangan suit pun disesuaikan dengan kemampuan kami. Miga sudah pasti akan suit dengan Ivan, sementara Puput dengan temannya yang lain yang sama besarnya. Berhubung aku anak bawang, jadi aku tak perlu suit.

Satu kelompok akan bermain sementara kelompok lainnya akan berjaga. Aku tak terlalu lihai dalam memukul karena aku memang tak bakat jadi algojo, tapi lihai dalam berlari. Kelompok Bang Sigit main duluan. Setelah satu persatu anggotanya memukul bola dan pergi ke benteng 2, sekarang giliran Bang Sigit sundul Bola. Saat Bang Sigit sundul, anggotanya yang lain yang ada di benteng 2 akan berlari ke benteng 3 dengan cepat agar tak kena pukulan bola. Bang Sigit pun diberikan kesempatan memukul 3 kali untuk memulangkan anak buahnya kembali ke benteng 1. Bang Sigit pun melakukan pukulan pertamanya. “Ceppp...” pukulannya belum cukup jauh rupanya untuk dapat memulangkan mereka. Ia kembali memukul dan “wow!” pukulannya sangat jauh sekali dan jatuh di semak-semak kebun yang ada di ujung pertigaan jalan ini. Semua anggotanya pun berlari ke benteng 1.

Kelompok jaga langsung berlari ke kebun untuk mencari bola itu, namun mereka tak menemukannya juga. Kelompok Bang Sigit lantas ikut mencari. Bola kasti sebesar kepalan tangan itu memang sulit sekali ditemukan di tengah rumput hijau karena warnanya yang juga hijau. Apalagi kebun ini sepertinya sudah lama tak dirawat oleh pemiliknya, lihat saja! Banyak semak-semak disana dan bisa jadi bola kasti itu bersembunyi diantara rimbunnya semak-semak. Entahlah, mengapa kami tak takut ular yang kapan saja bisa datang. Adalah hal yang memungkinkan bagi ular untuk datang dan mematuk kami. Di lingkunganku itu memang sering sekali ditemukan ular. Kalau pun tidak dipatuk ular, badan kami pasti akan gatal-gatal karena digigit serangga yang berada di rerumputan. Cukup lama juga kami mencari dan akhirnya Bang Sigit menemukannya. Namun kami tak melanjutkan permainannya lagi, waktu sudah senja sehingga kami harus pulang ke rumah masing-masing. Apalagi Bang Sigit, ia pasti tak ingin pulang ke rumahnya malam-malam karena jalan ke rumahnya sangat gelap sekali dengan semak belukar di kanan-kiri jalan.

Kami kembali ke rumah masing-masing untuk membersihkan diri, kecuali aku dan Puput yang jarang sekali mandi di sore hari, ngirit air. Hehe...! Bermain di sore hari adalah hal yang menyenangkan bagi kami sebelum matahari terbenam.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar