Jumat, 15 Maret 2019

Mengejar Waktu


Tiap hari rasanya kejar-kejaran sama waktu. Bangun tidak boleh terlambat. Sekali terlambat semuanya akan kacau. Beginilah nasib keluarga yang suami istri bekerja dan tidak memiliki khadimat (ART). Tiap pagi harus mandikan 2 balita, menjemur pakaian, dan menyiapkan sarapan. Sebisa mungkin tiap pagi harus sarapan. Karena jika tidak semua bisa sakit. Masak? Hanya kadang-kadang, seringnya beli. Apa pun lauknya yang penting bisa buat ganjal perut. 

Alhamdulillah tak pernah telat. Selalu ontime sampai sekolah, bahkan tak jarang jadi guru yang pertama sampai sekolah. Si kakak yg baru berumur 3 tahun diantar ayah ke rumah mbahnya di desa tetangga. Si dede yang baru berumur 2 bulan ikut saya ke sekolah diantar oleh tukang ojek perempuan langganan kami. Alhamdulillah di sekolah ada karyawan yang khusus momong balita anak guru-guru.

Pulang sekolah, saya langsung beres-beres rumah jika si dede tidak rewel. Menyapu, mencuci piring, melipat pakaian, dan mencuci pakaian sudah menjadi rutinitas tiap sore. Alhamdulillah sejauh ini kami belum pernah melaundry pakaian. Mencuci dan menyetrika masih dikerjakan sendiri. Kenapa tidak pakai ART? Bukannya kami tidak mampu atau pelit tapi kami terbiasa mandiri dan tidak biasa menyuruh-nyuruh orang. Rasanya risih kalau menyuruh orang. Dan kami tidak biasa kalau ada orang asing di rumah kami. Biarlah rumah kami sedikit berantakan. Toh wajar juga kan kalau punya balita rumahnya berantakan. Karena kami memberi mereka kebebasan untuk bermain. Selagi berantakannya masih wajar saya rasa tidak apa-apa. 

Lelah? Iya lelah... tapi semua akan indah ketika anak-anak sudah memasuki usia sekolah. Mereka akan tumbuh dan besar bersama. Mereka akan belajar saling menyayangi, mengasihi, dan berempati. 

Ketika anak-anak sudah tidur barulah kami bisa berleha-leha mengobrol bertukar pikiran. Barulah kami tidur jika dirasa sudah ngantuk. Alhamdulillah tidur kami juga selalu cukup.

Alhamdulillah, rutinitas seperti ini sudah berjalan 3 minggu lamanya dan tak ada kendala yang berarti. Semoga Habits ini bisa terus berjalan dengan lancar.

Ucapan adalah Do'a

Lulus kuliah ketika ditanya orang "kapan nikah?"  Saya jawab saja "Secepatnya". Padahal saya tidak pacaran dan belum ada calonnya. Namun, beberapa bulan kemudian saya pun menikah.

Tiga tahun yang lalu saya pernah berharap dalam hati bahwa insya Allah 2 tahun lagi bisa daftar haji sama suami. Alhamdulillah 2 tahun kemudian terkabul.

Tahun lalu, ketika saya jenuh dengan banyaknya kerjaan, saya pun berkata kepada teman saya tahun depan saya mau cuti sajalah. Saat itu saya belum hamil. Dan benar saja, di awal tahun ini saya benar-benar cuti karena melahirkan.

Saat kelas 3 MTsN saya pernah berkata dalam hati kalau saya ingin jadi anak biasa saja. Benar saja, saat SMA saya benar-benar menjadi anak yang biasa saja. Padahal, dari SD hingga MTs saya selalu rangking 1, sering ikut lomba, dan dapat beasiswa. Saya pun sedikit menyesal. Kemudian, saya pun berusaha memperbaiki diri dan berhati-hati dalam berkata.

Terbukti bahwa ucapan adalah do'a. Jadi, ucapkanlah yang baik-baik. Insya Allah akan terkabul.