Rabu, 23 September 2020

Kisah 15: Cerdas Cermat di Malam Hari

 

Sekitar pukul 18.45 WIB terdengar adzan maghrib berkumandang dari Mushallah Al-Furqaan, suara Om Kholiq tampaknya. Segera aku bergegas ke mushallah bersama Puput dan Miga. Bapak juga mengikuti kami dari belakang. Kami telah berwudhu dari rumah agar tak perlu repot-repot pergi ke kamar mandi yang menyeramkan itu. Sesampai di mushallah kami pun langsung berbaris, siap-siap untuk menunaikan sholat berjamaah. Hanya segelintir orang saja yang ikut sholah berjamaah, bahkan kalau dihitung dengan jari tentu saja masih ada jari yang sisa. Jamaah putra biasanya hanya 4 orang saja: Bang Miga, Om Mus, Om Kholiq, dan abang-abang STM, sedangkan jamaah putri hanya aku dan Puput saja. Ibuku sholat di rumah saja, karena ia tak ingin rumah kami sepi di waktu maghrib. Belakangan aku pun tahu kalau seorang istri itu lebih memang lebih baik sholat di rumah.

Selepas menunaikan sholat maghrib kami lalu pulang ke rumah, bersama bapak tentunya karena kami tak berani melewati jalan berumput yang gelap itu sendirian. Sangat gelap memang dan kami juga takut ada babi yang lewat. Saat malam mulai tiba, babi pun mulai bereaksi turun ke pemukiman. Sudah pasti ia akan meninggalkan jejaknya di pagi hari, yaitu perkebunan warga yang rusak, apalagi yang sudah siap panen. Orang tua Bang Miga dan Kak Lucky bahkan memasang kabel listrik di malam hari yang dapat menyetrum babi-babi yang mencoba menembus batas kebun mereka.

Sesampai di rumah, aku dan Puput lantas membuka Al-Qur’an untuk mengaji barang beberapa ayat saja, bapak langsung yang akan menyimak kami. Kemudian kami pun makan bersama di bebalen yang terletak di dekat dapur itu. Menu makan kami pun sangat sederhana, tapi cukup mengenyangkan perut. Makan bersama memang terasa nikmat.

Selepas menunaikan sholat isya, kami pun akan berkumpul di ruang keluarga yang juga ruang tamu dan ruang nonton TV kami. Bahkan ibuku juga menyetrika di ruangan ini. Seperti malam-malam biasanya, malam ini bapak juga memberi kami permainan cerdas cermat. Bapak akan melombakan aku dan Puput untuk menjawab berbagai pertanyaan seputar pengetahuan umum. Aku dan Puput sudah pasti berlomba-lomba untuk menjadi juaranya.

Jika tidak cerdas cermat, bapak pun akan memberikan kami tebak-tebakan atau teka-teki, aku juga suka bermain teka-teki ini bersama teman-temanku. Teka-teki andalan kami adalah “Ular mati bisa merokok, apakah itu?” sudah pasti jawabannya: “obat nyamuk,” atau “bapaknya merokok, ibunya menjahit, dan anaknya menangis, apakah itu?” jawabannya adalah: “kereta api,” haha... permainan yang sudah tak pernah kudengar lagi di kalangan anak-anak zaman sekarang.

Sekitar pukul 9 malam, kami pun mulai meninggalkan ruang serba guna itu. Tak lupa sebelum tidur aku mencuci kedua kaki dan tanganku, serta pipis dulu biar tidak mengompol. Haha... padahal sejak umur 3 tahun aku sudah tak pernah ngompol lagi. Haha...

Aku tak tidur bersama orang tuaku lagi, melainkan dikamar sebelah bersama Puput. Ranjang kami merupakan tempat tidur tingkat. Kali ini aku tidur di atas dan Puput di bawah. Lampu kamar sengaja dinyalakan karena kami tak berani tidur dalam gelap-gelapan. Terkadang aku merasa sesak nafas ketika mati lampu terjadi. Tak lupa sebelum memejamkan mata aku berdo’a terlebih dahulu.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar