Senin, 01 September 2014

Alamat Palsu?


“Takut, gelisah, terharu, dan sedih,” kiranya begitulah gambaran saya ketika pertama kali naik travel di tahun 2010 lalu. Pergi mendadak demi mengurus nilai kuliah yang tak keluar, padahal saat itu saya sedang mengambil program kursus di Pare, Kediri. Tak tanggung-tanggung, saya naik travel di malam hari seorang diri untuk jarak yang lumayan jauh Kediri-Semarang yang memakan waktu sekitar 7 jam lamanya. Ngapain takut, toh banyak penumpang lain? Ini dia masalahnya, semua penumpang di mobil itu adalah pria kecuali saya, mereka juga sepertinya rombongan. Perasaan lega mulai saya rasakan ketika sang supir menaikkan seorang penumpang di tengah jalan yang merupakan seorang ibu. Kebetulan keesokan harinya saya ulang tahun. Tiba-tiba ayah saya menelepon untuk mengucapkan selamat ketika saya masih dalam perjalanan. Sms pun berdatangan dari teman-teman saya. Terharu rasanya mendengar dan membaca pesan-pesan mereka saat saya dalam kondisi yang tidak nyaman.
Itu adalah salah satu cerita ketika saya berpergian. Saya mungkin termasuk orang yang sering berpergian, sebagian karena memang disengaja namun tak jarang juga saya pergi secara mendadak. “Kamu enak ya mba, sering pergi-pergi terus jalan-jalan”, seorang teman berkata kepada saya. Dalam hati saya berpikir, enak sih enak jalan-jalannya tapi sebenarnya jalan-jalan bukanlah tujuan utama saya, itu cuma pintar-pintarnya saya saja menyelipkan jalan-jalan sebagai tujuan sampingan dengan tetap memanaje waktu dan  meminimkan anggaran. Belum lagi tak selalu perjalanan saya semulus dengan yang saya harapkan, tak jarang saya jatuh sakit setelah kembali ke rumah karena biasanya sekali pergi saya akan pergi ke beberapa kota sekaligus dan sekali menganggur ya memang benar-benar di rumah. Ada juga beberapa pengalaman menarik yang pernah saya alami yang tentunya memberi kesan tersendiri bagi saya seperti beberapa pengalaman lainnya yang akan saya ceritakan di sini.
“Penghuni Baru atau Penyelundup,” mungkin kata-kata itu sempat terlintas dalam pikiran teman-teman sekos dan ibu kos teman saya beberapa waktu lalu ketika saya pergi ke Yogya. Secara, saya menginap di kamar si Fefri sedangkan si Fefri sedang mudik. Trus kok saya bisa masuk? Nah, begini kronologinya. Saya harus ke Yogya secara mendadak untuk mengikuti tes di sebuah perguruan tinggi. Sebelumnya saya sudah ke kota ini beberapa kali dan selalu menginap di kosnya si Fefri. Sebelumnya Fefri sekamar dengan Kiki, ketika saya datang, kami pun jadi bertiga sekamar. Pada kedatangan saya kali ini si Fefri tengah mudik dan si Kiki sudah pindah kos dan pada waktu yang bersamaan keluarganya juga datang mengunjunginya. Sebenarnya ada seorang lagi yang saya kenal di Yogya, Eva namanya, dia adalah keponakan Fefri. Hanya saja dia tinggal di pondok dan tak bisa menerima tamu yang menginap. Saya sempat bingung, menginap di hotel rasanya tidak mungkin karena saya di Yogya bukan sehari dua hari tetapi satu minggu, kebayangkan berapa biaya yang harus saya keluarkan kalau saya harus menginap di hotel. Maklumlah, saya belum memperoleh pekerjaan sehingga saya juga harus mengirit pengeluaran seminim mungkin. Fefri pun menyarankan agar saya menginap saja di kosnya. Saya pun akhirnya mengambil langkah ini. Si Kiki menyambut kedatangan saya dan mengantarkan saya masuk ke kamar kosnya si Fefri. Setelah itu dia pun meninggalkan saya. Kosnya Fefri ini sangat sepi sekali, hanya ada 4 orang yang ngekos yang sangat jarang sekali berada di kos. Jadilah sehari-hari saya sendiri. Untuk bertahan hidup saya memasak sendiri di dapur dengan memanfaatkan bahan-bahan makanan yang tersedia di kulkas yang sempat dibeli Fefri sebelum ia mudik. Sedangkan Eva, ia bersedia mengantar saya wira-wiri selama saya di Yogya, kebetulan dia juga sudah libur kuliah. Selama saya berada di sana, awalnya hanya teman-teman kos Fefri saja yang tahu. Naasnya, pas hari terakhir saya tidak bisa membuka pintu garasi dan minta tolong sama ibu kosnya, disitulah si ibu kos tahu keberadaan saya. Saya kira si Fefri/Kiki sudah bilang sama si ibu tapi sepertinya belum karena si ibu malah menginterogasi saya. Untungnya saja hari itu saya terakhir di yogya dan keesokan harinya saya pun capcus dari rumah kos itu. Hihi….
Ini nih pengalaman yang baru saja saya alami beberapa waktu lalu. “Alamat Palsu?” sempat terlintas dalam pikiran saya saat pergi ke Bandung beberapa waktu lalu untuk menemui seseorang yang tak saya kenal sebelumnya. Alamat yang tidak jelas di tambah handphone si empunya rumah yang susah dihubungi membuat saya harus menahan malu ketika salah memasuki rumah orang untuk beberapa kali. Saya juga merasa bersalah dengan supir travel yang mengantarkan saya dan beberapa penumpang lain yang juga belum diantar. Saya telah membuat mobil travel itu putar-putar selama satu jam lamanya hanya untuk mencari alamat rumah yang saya tuju. Mau bagaimana lagi, saya bingung dan takut. Si supir dan penumpang lain juga mungkin juga nggak tega dengan nasib saya. Akhirnya saya putuskan untuk turun di minimarket terdekat. Saya segera menelepon Lutfi teman saya yang lain dan memintanya untuk menjemput saya. Saya pun akhirnya menginap di kosnya untuk semalam, baru keesokan harinya pagi-pagi sekali Lutfi mengantar saya mencari alamat yang saya tuju. Ternyata, rumahnya sangat dekat dengan kos Lutfi itu dan semalam saya juga sempat melewati rumah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar