Sabtu, 30 Agustus 2014

Bu Kiki: Keterbatasan bukan Penghalang


Mungkin tidak banyak yang tahu akan sosok seorang Bu Sri Rejeki (Kiki), beliau adalah mantan seorang dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pernah menjabat sebagai ketua LPM kampus tersebut. Sebelumnya saya tak pernah mengenal Bu Kiki sama sekali, seorang kerabat jauhlah yang mengenalkan saya pada beliau melalui komunikasi telepon. Seperti orang yang belum kenal pada umumnya, saya juga sempat merasakan kecemasan ketika akan bertemu dengan beliau, terutama ketika kerabat jauh saya itu meminta saya untuk datang ke Bandung menemui Bu Kiki. Dengan modal nekat, saya pun berangkat ke Bandung seorang diri. Saya tidak begitu mengerti kota kembang ini, saya hanya pernah ke sini sekali dalam rangka study tour sekolah.
Kedatangan saya di Bandung disambut baik oleh Bu Kiki. Beliau ramah sekali, jauh dari pikiran saya yang sempat mengira akan tegang seperti bertemu dengan seorang profesor yang killer dan to the point. Saya pun di ajaknya mengobrol ngalor-ngidul tentang pengalaman hidupnya. Beliau dilahirkan pada tahun 1950 di Langsa, Aceh Timur. Ayah beliau adalah seorang dokter dan ibunya adalah seorang keturunan bangsawan Yogyakarta. Karena profesi ayahnya ini maka beliau sering berpindah rumah sejak kecil: Langsa, Palembang, dan terakhir Bandung. Sejak kecil beliau mengalami keterbatasan fisik, beliau menderita penyakit polio yang menyebabkan kedua ukuran kakinya berbeda sehingga beliau mengalami sedikit masalah ketika berjalan. Saat kecil, beliau juga harus menggunakan sepatu besi yang membantu dan melindunginya saat berjalan. Keterbatasan fisik tidak lantas membuat beliau dimanjakan oleh keluarganya yang masih keturunan Hamengkubowono VI ini. Beliau tidak pernah menganggap dirinya pintar tapi orang-oranglah yang menganggap beliau pintar. Nilai rapot beliau selalu 9 dan 10. Selepas menamatkan sekolah dasar beliau lantas masuk sekolah berasrama sampai SMA. Kemudian beliau melanjutkan studi dengan kuliah di Jurusan Elektro ITB, kemudian beliau pindah jurusan ke astronomi. Beliaulah satu-satunya mahasiswa jurusan astronomi angkatan 1973 ITB. Beliau selalu lulus dalam setiap testing yang beliau ikuti, teman-teman beliau menjulukinya dengan “ahli testing”. Selain selalu berprestasi, keterbatasan fisik juga tidak menjadi penghalang bagi beliau untuk keliling dunia. Saat tengah menyelesaikan skripsi, dosen pembimbing mengirim beliau seorang diri pergi ke Bangkok untuk mencari referensi karena kata-kata yang tidak sengaja beliau ucapkan saat bimbingan dengan sang dosen, “Kalau ada referensi dari Bangkok, saya pasti selesai dalam dua bulan”. Setelah lulus sarjana kemudian beliau melanjutkan studi pascasarjana di Amerika dengan beasiswa dari pemerintah. Saat bekerja beliau juga sering keliling Eropa.
Selain menguasai beberapa bidang ilmu seperti elektro, astronomi, statistik, matematika, dan komputer, beliau juga orang yang serba bisa. Beliau bisa memasak, menjahit, dan menyanyi. Saat menjadi dosen di kampus, beliau sempat bergabung menjadi anggota tim paduan suara kampus.
Bersama Bu Kiki dan Putrinya (Andam, 2014)
Sekarang beliau telah pensiun dari menjadi Dosen ITB sejak 10 tahun lalu. Hari-hari tuanya beliau habiskan untuk silaturahmi dengan kerabat-kerabatnya dan menemani putri semata wayangnya. Beliau juga suka membantu orang lain, dua orang pembantunya beliau sekolahkan sampai SMA dan keduanya kini telah menjadi orang yang sukses. Begitulah kiranya pengalaman hidup beliau yang dapat saya sampaikan di sini. Tentunya, banyak pelajaran yang dapat di petik dari kisah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar