Kehidupan yang telah kujalani selama lebih dari 23 tahun ini telah
memberikan pengalaman dan pelajaran yang penting tentang nilai-nilai kebudayaan,
seni, dan toleransi.
Waktu kecil kutinggal di komplek perumahan dengan mayoritas
penduduknya adalah pendatang. Kami berasal dari berbagai daerah, seperti Medan,
Padang, Jakarta, dan Jawa. Belum lagi waktu itu aku tinggal di Takengon, Aceh
Tengah. Hal itu membuatku sedikit tahu tentang kebudayaan mereka. Meski kami berasal dari daerah yang berbeda
namun kami tak enggan untuk saling bergotong royong, misalnya saat pembangunan
mushollah dan hajatan. Budaya gotong royong ini benar-benar kurasakan di sana.
Ada cerita menarik disini yang terus kuingat adalah ketika ibuku mengalami
pendarahan selama 2 bulan dan tidak bisa bangun dari tempat tidurnya, para
tetanggalah yang mengurusi aku yang baru 4 tahun dan kakakku yang baru masuk
sekolah dasar. Kemudiaan saat kelahiran adikku, para tetangga pulalah yang
menyiapkan acara syukurannya. Maklumlah, kami tak punya sanak saudara di sana.
Karena aku tinggal di Aceh, Aku pun jadi tahu sedikit tentang kesenian
di sana yang kunikmati secara langsung, seperti Kesenian Didong, Tari Saman,
serta Lagu Bungong Jeumpa dan Bungong Selanga. Bahkan sampai sekarang aku masih
hafal lirik lagu Bungong Jempa karena dulu sering menyanyikannya bersama
teman-teman.
Seiring kepindahanku ke Jawa, aku pun mulai belajar budaya dan
kesenian Jawa. Susah memang tapi aku terus berusaha keras meski sampai sekarang
masih banyak budaya dan kesenian Jawa yang belum kuketahui, padahal sudah 12
tahun aku di Jawa. Dari belajar itu aku jadi tahu, kalau bahasa Jawa lebih kaya
dari pada bahasa Indonesia, bahkan Indonesia sendiri juga tidak punya huruf
khas Indonesia sedangkan Jawa punya aksara Jawa. Belum lagi keseniannya yang
seabrek, ada wayang, sintren, karawitan, dan tembang macapat, tarian Jawa, dan
lain-lain. Untuk wayang aku belum pernah nonton secara langsung sama sekali,
keinginan sih sudah dari dulu tapi belum kesampaian. Kalau sintren juga baru
nonton beberapa hari yang lalu di desa tetangga. Karawitan sih lumayan sudah
sering liat. Untuk tembang macapat juga sudah pernah dengar, tapi sampai
sekarang belum bisa menyanyikan 1 pun tembang macapat, bahkan membedakan jenis-jenisnya
saja belum bisa. Sedangkan tarian Jawa, aku dulu pernah belajar waktu SMA,
yaitu tari Gambyong, namun pas penilaian tetap saja remidi, padahal sudah
latihan berkali-kali. Hehe.... malu ya...
Saat duduk di SMA aku pun mulai belajar untuk bertenggang rasa dengan
umat agama lain. Aku yang berasal dari Madrasah Tsanawiyah pun tidak mengalami
kesulitan ketika berteman dengan teman yang Katholik dan etnis China yang
Kristen. Bahkan kami sering pulang bersama karena rumah kami satu tujuan. Di
kelas pun aku tak enggan berdiskusi seputar agama mereka untuk menambah
pengetahuan dengan menjaga batas-batas tertentu tentunya.
Saat masuk kuliah pun aku juga harus berteman dengan teman yang
Katholik. bahkan saat Praktik Pengalaman Lapangan aku pun harus satu kos
dengannya selama 3 bulan. Tak ada masalah bagiku. Aku pun jadi lebih tahu
kehidupan mereka. Dan kini aku juga memiliki teman yang beragama Hindu yang
berasal dari Lombok, bahkan kami juga tinggal satu kos. Ini juga membuatku
belajar banyak tentang budayanya dan sikap toleransi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar