Sekitar
pukul 18.45 WIB terdengar adzan maghrib berkumandang dari Mushallah Al-Furqaan,
suara Om Kholiq tampaknya. Segera aku bergegas ke mushallah bersama Puput dan
Miga. Bapak juga mengikuti kami dari belakang. Kami telah berwudhu dari rumah
agar tak perlu repot-repot pergi ke kamar mandi yang menyeramkan itu. Sesampai
di mushallah kami pun langsung berbaris, siap-siap untuk menunaikan sholat
berjamaah. Hanya segelintir orang saja yang ikut sholah berjamaah, bahkan kalau
dihitung dengan jari tentu saja masih ada jari yang sisa. Jamaah putra biasanya
hanya 4 orang saja: Bang Miga, Om Mus, Om Kholiq, dan abang-abang STM,
sedangkan jamaah putri hanya aku dan Puput saja. Ibuku sholat di rumah saja,
karena ia tak ingin rumah kami sepi di waktu maghrib. Belakangan aku pun tahu
kalau seorang istri itu lebih memang lebih baik sholat di rumah.
Selepas
menunaikan sholat maghrib kami lalu pulang ke rumah, bersama bapak tentunya
karena kami tak berani melewati jalan berumput yang gelap itu sendirian. Sangat
gelap memang dan kami juga takut ada babi yang lewat. Saat malam mulai tiba,
babi pun mulai bereaksi turun ke pemukiman. Sudah pasti ia akan meninggalkan
jejaknya di pagi hari, yaitu perkebunan warga yang rusak, apalagi yang sudah
siap panen. Orang tua Bang Miga dan Kak Lucky bahkan memasang kabel listrik di
malam hari yang dapat menyetrum babi-babi yang mencoba menembus batas kebun
mereka.
Sesampai
di rumah, aku dan Puput lantas membuka Al-Qur’an untuk mengaji barang beberapa
ayat saja, bapak langsung yang akan menyimak kami. Kemudian kami pun makan
bersama di bebalen yang terletak di
dekat dapur itu. Menu makan kami pun sangat sederhana, tapi cukup mengenyangkan
perut. Makan bersama memang terasa nikmat.
Selepas
menunaikan sholat isya, kami pun akan berkumpul di ruang keluarga yang juga
ruang tamu dan ruang nonton TV kami. Bahkan ibuku juga menyetrika di ruangan
ini. Seperti malam-malam biasanya, malam ini bapak juga memberi kami permainan
cerdas cermat. Bapak akan melombakan aku dan Puput untuk menjawab berbagai
pertanyaan seputar pengetahuan umum. Aku dan Puput sudah pasti berlomba-lomba
untuk menjadi juaranya.
Jika
tidak cerdas cermat, bapak pun akan memberikan kami tebak-tebakan atau
teka-teki, aku juga suka bermain teka-teki ini bersama teman-temanku. Teka-teki
andalan kami adalah “Ular mati bisa merokok, apakah itu?” sudah pasti jawabannya:
“obat nyamuk,” atau “bapaknya merokok, ibunya menjahit, dan anaknya menangis,
apakah itu?” jawabannya adalah: “kereta api,” haha... permainan yang sudah tak
pernah kudengar lagi di kalangan anak-anak zaman sekarang.
Sekitar
pukul 9 malam, kami pun mulai meninggalkan ruang serba guna itu. Tak lupa
sebelum tidur aku mencuci kedua kaki dan tanganku, serta pipis dulu biar tidak
mengompol. Haha... padahal sejak umur 3 tahun aku sudah tak pernah ngompol
lagi. Haha...
Aku
tak tidur bersama orang tuaku lagi, melainkan dikamar sebelah bersama Puput.
Ranjang kami merupakan tempat tidur tingkat. Kali ini aku tidur di atas dan
Puput di bawah. Lampu kamar sengaja dinyalakan karena kami tak berani tidur
dalam gelap-gelapan. Terkadang aku merasa sesak nafas ketika mati lampu
terjadi. Tak lupa sebelum memejamkan mata aku berdo’a terlebih dahulu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar