Lebaran
telah berlalu sepekan lalu, namun kondisi bapak belum juga membaik. Masih
teringat jelas saat bapak menangis di hari nan fitri itu dalam rangkulan teman
sejawatnya. Tak kuasa aku menahan haru saat bapak meneteskan air matanya,
mengadu tak bisa menunaikan puasa ramadhan satu hari pun. Tak terbayang betapa
sedihnya bapak di hari itu, melihat orang yang lalu lalang menuju masjid untuk
menunaikan sholat ied di masjid samping rumah kami, tak terlibat dalam penyelenggaraan
sholat ied, tak bisa ke kuburan, dan tak bisa bersilaturahmi ke rumah tetangga
dan karib kerabat. Ya... Bapak tak bisa kemana-mana.
Semuanya berubah
180 derajat. Tahun lalu bapak masih sehat bugar, bapak masih bisa berpuasa
sebulan penuh, bapak masih bisa mengimami sholat tarawih, bapak masih bisa
memberikan khutbah, bapak masih bisa memimpin do’a di pekuburan, bapak masih
bisa menjambangi rumah satu persatu untuk bersilaturahmi, dan bapak masih bisa
mengikuti acara halal bihalal di sana sini.
Malam ini,
kutumpahkan air mataku, air mata yang telah kutahan dari hadapan orang-orang
terkasihku karena ku tak ingin membuat mereka ikut bersedih. Aku yakin ini
adalah cobaan dari Allah bagi keluarga kami. Harapan akan kesembuhan bapak
masih ada, aku yakin itu. Semuanya bisa berubah jika Allah berkehendak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar