“Ndam di TU kulihat ada surat buat kamu,” kata
seorang teman. Kalimat yang tak pernah kudengar lagi sekarang. Betapa
bahagianya aku ketika itu mendengar mendapat surat. Tak sabar rasanya menunggu
waktu istirahat tiba untuk segera menyambangi ruang tata usaha sekolah guna
mengambil surat yang ditujukan untukku. Tak hanya di sekolah, surat untukku
juga kerap kali kuterima di rumah. Entah berapa surat yang telah kuterima.
Bahkan pernah suatu kali dalam seminggu aku menerima 3 surat.
Koleksi surat dan benda-benda pos milikku (Andam, 2014) |
Hobi mengirim surat bermula saat aku bisa
menulis. Saat itu umurku baru enam tahun dan aku sering ikut-ikutan kedua orang
tuaku mengirim surat untuk saudara mereka yang ada di Jawa. Aku seringkali
meminta mereka menyisipkan suratku diantara lembaran surat yang mereka kirim.
Zaman itu, telepon dan internet belum merakyat seperti sekarang. Aku juga
sering ikut mereka ke kantor pos yang juga tak jauh dari sekolahku. Kebiasaan it
uterus berlanjut sampai aku memberanikan diri mengirimkannya sendiri melalui
kantor pos.
Mengirim surat pun menjadi kebiasaan intensifku
tatkala aku pindah ke Jawa dan jauh dari teman-teman kecilku yang berada di Aceh
(Takengon) sana. Ya aku ingin terus menyambung silaturahmi dengan mereka.
Banyak hal yang bisa kutulis dalam suratku seperti keadaan kesehatanku, keadaan
sekolahku dan teman-temanku di sekolah, hal yang kadang membuatku gembira atau
sedih, serta tempat-tempat yang pernah kukunjungi. Bisa sampai berlembar-lembar
aku menuliskannya.
Bisa berbulan-bulan aku mendapat balasannya dan
betapa bahagianya aku ketika mendapat balasannya. Yang mereka tuliskan juga tak
kalah menarik dengan tulisanku. Bahkan aku pernah menangis dibuatnya. Surat itu
dari Febry yang ada di Aceh. Surat itu kuterima waktu aku SMA. Isinya dia
pernah mengirim surat untukku tapi tak juga mendapat balasan. Ya saat itu
sedang ramai-ramainya GAM, banyak mobil yang distop dan dibakar di tengah jalan,
bisa jadi surat itu juga turut bersamanya. Kebetulan juga aku baru masuk SMA,
selama ini Febry mengirimkan surat ke SMPku di MTsN Model Pemalang. Dalam surat
itu bahkan Febry menuliskan bahwa selama
ini dia mencari-cari alamat SMA ku. Sambil menangis ia menuliskan surat itu dan
sangat berharap surat itu sampai ditanganku. Jika surat itu tidak sampai kepada
yang dituju mohon kiranya dikembalikan lagi kepada pengirimnya.
Selain mengumpulkan surat, perangko yang tertera
di amplop juga menyita perhatianku. Aku suka sekali mengumpulkan benda pos yang
gambarnya berwarna-warni dalam bentuk yang menarik. Aku pun menggunting dan
membersihkanya. Lalu kumasukkan dalam buku Stamp
Album-ku.
Hari ini iseng-iseng aku membuka laci lemari
yang sudah lama tak kusentuh. Kutemukan kembali surat-surat yang pernah
kuterima dan benda-benda pos lainnya. Sungguh luar biasa rasanya saat
kumembacanya kembali. Mulai tersadarkan bahwa kebiasaan itu sudah mulai
tersingkirkan sejak aku mengenal handphone
dan internet sekitar 7 tahun lalu. Rasanya aku ingin menulis surat lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar