“Jodoh akan datang tepat pada waktunya” atau “jodoh tiada yang
sangka” sepertinya kedua kalimat ini memang tepat dan aku benar-benar
membuktikannya.
Ya aku baru saja menikah dengan seorang pria yang sebelumnya tak
pernah kukenal dan kutemui. Kalau ada orang yang bertanya berapa kali kalian
bertemu sebelum menikah? Aku bahkan masih bisa menjawabnya, cukup dengan salam
dua jari. Pertama, saat ia datang menemuiku untuk membuktikan keseriusannya. Kedua,
saat ia datang ke rumahku bersama kedua orang tuanya. Pertemuan kedua ini
bahkan kami tak saling berbicara sepatah katapun. Kalian pacaran? tidak
jawabku. Lantas taarufan? Entahlah, aku sendiri tak dapat mendefinisikannya.
Aku mengenalnya pada bulan September 2014, tepat setahun setelah
aku patah hati karena seorang pria yang ternyata PHP. Aku dan dia awalnya
berkenalan di dunia maya. Pak Inu dan istrinya Bu Endang, sahabat ayahku yang
mengenalkan kami lewat sosmed. Ia lelaki ke empat yang dikenalkan kepadaku. Aku
merasa kurang sreg dengan tiga lelaki
sebelumnya dan aku langsung mengatakannya kepada Bu Endang, tanpa perlu
basa-basi, aku juga tidak ingin menjadi seorang PHP. Saat Bu Endang
mengenalkanku dengan pria keempat, entah kenapa aku merasa cocok. Kami pun
mulai mengobrol di dunia maya, setiap obrolan rasanya nyambung saja. Setelah
dua bulan lamanya kami ngobrol di dunia maya tanpa adanya progress, aku pun
mulai bertanya-tanya dalam hati. “Ini orang maunya apa sih? Cuma iseng aja atau
emang benar-benar serius?” beberapa minggu aku sempat menghindar dengan tidak
memulai percakapan terlebih dahulu, dan saat itu dialah yang selalu mulai.
Kemudian aku pun memberanikan diri untuk bertanya tentang keseriusannya pada
akhir bulan November itu. Ya nggak usah nunggu ditembaklah, pria kadang perlu
dipancing. Benar saja, saat kubertanya perihal keseriusannya, saat itu pula ia
menjawab dengan tegas tentang keseriusannya sejak awal berkenalan. Aku pun
memintanya untuk segera menemuiku sebelum tahun 2014 berakhir. Bagiku, waktu
sebulan untuk memberinya kesempatan itu sudah cukup. Kalau dia tidak
memenuhinya, aku akan mencari yang lain di tahun 2015. Umurku setiap hari
selalu bertambah dan aku tidak ingin menyia-nyiakannya, apalagi umurku sudah
sangat matang untuk membina rumah tangga.
Minggu, 28 Desember 2014 kami pun bertemu untuk yang pertama
kalinya. Kami melewati hari itu beberapa jam bersama, ke toko buku dan makan
siang. Setelah itu kami pun pulang ke
rumah kami masing-masing. Tak ada acara antar-antaran seperti tadi kami datang juga sendiri-sendiri. Yang aku khawatirkan
adalah setelah pertemuan itu ia akan merubah niatnya dan kami tidak akan
bertemu lagi, tetapi ternyata kekhawatiranku tidak terjadi.
Dua malam kemudian ia pun menyatakan kembali tentang keseriusannya
dan bersedia datang ke rumahku bersama kedua orang tuanya untuk menemui
keluargaku. Sungguh membuatku terharu, ia memang benar-benar serius dan
bertanggung jawab. Sebulan kemudian, tepatnya tanggal 1 February 2015, ia pun
datang ke rumahku. Gayung pun bersambut, hari itu juga keluargaku dan
keluarganya menentukan tanggal pernikahan kami. 5 April 2015, kami pun menikah.
Alhamdulillah, Allah memang benar-benar mengabulkan do’aku bahwa tahun ini aku
ingin menikah.