Rabu, 30 Oktober 2013

Strawbery di Serang, Purbalingga



Kebun strawbery di Desa Serang
Kali ini aku akan menceritakan sedikit pengalamanku ketika jalan-jalan di Desa Serang, Kabupaten Purbalingga. Secara geografi, Desa ini terletak di kaki Gunung Slamet bagian timur. Oleh karena itu, suhu udara di daerah ini sangat dingin dan segar. Tapi, butuh keberanian yang besar untuk sampai di tempat ini karena jalannya yang menanjak dan berkelok-kelok. Untung saja temanku yang wonder woman berani melaluinya dengan sepeda motor dan berhasil mengantarkanku ke sana.


Enaknya makan strawbery (Andam, 2013)
Tanpa di duga-duga hari ini aku pergi ke desa wisata itu bersama teman kosku Mpii dan Desy. Perjalananku kali ini tanpa rencana dan persiapan. Keinginan untuk pergi baru kami bicarakan sekitar pukul 10 pagi dan saat itu juga kami langsung memutuskan untuk pergi dan menyiapkan diri. Alhasil pukul 12 siang kami pun baru tiba di Desa Serang setelah menempuh perjalanan selama 1 jam lamanya. Sayang sekali, kami datang di saat yang tidak tepat. Acara petik strawbery yang kami inginkan gagal total, sedang tidak musim karena cuaca yang tidak menentu. Belum lama kami di atas, hujan pun turun. Kami pun berteduh sebentar di tempat penjual strawbery sambil menikmati strawbery yang dijual dan membelinya untuk oleh-oleh.
Sebagai desa wisata, Desa Serang memiliki daya tarik tersendiri dibandingkan desa lainnya. Desa ini merupakan daerah perkebunan yang menanam berbagai tanaman holtikultura. Komoditas yang paling terkenal adalah buah strawbery. Di sana juga terdapat wisata petik strawbery. Sebagai desa terbaik di Indonesia, desa ini begitu rapi dan indah. Masyarakat memanfaatkan halaman rumahnya dengan berbagai tanaman hias serta sebagai lumbung hidup dan apotik hidup. Mereka juga menanami tanaman hias yang berwarna-warni di sepanjang jalan. Di desa ini juga terdapat hutan pinus yang biasanya ramai dengan para pengunjung.
Di hutan pinus Serang (Andam, 2013)

Rabu, 09 Oktober 2013

Ayahanda Mukodam in Memoriam

(Mengenang 7 Hari Wafatnya Ayahanda Kami Tercinta)


Ayahanda Mukodam in memoriam (Andam, 2012)

Mukodam bin Wasnap dilahirkan pada tanggal 26 Juni 1954 di Dusun Pesapen, Desa Saradan, Kab. Pemalang, Jawa Tengah. Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama beliau tempuh di Pemalang. Selepas SMP, beliau tidak langsung melanjutkan pendidikannya melainkan jadi seorang penggembala itik dari satu tempat ke tempat lain sampai ke Brebes dan pencari kayu bakar untuk membantu kedua orangtuanya yang hanya seorang petani. Meski sudah 2 tahun lamanya bekerja tapi keinginan untuk sekolah masih terus melekat dalam dirinya sehingga beliau pun memutuskan untuk mengadu nasib di Bandung tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada orang tua (kabur) dan tanpa bekal apapun selain keberanian.
Selama di Bandung, beliau tak punya sanak saudara. Beliau pun tidak langsung melanjutkan pendidikannya melainkan bekerja serabutan. Berbagai pekerjaan pernah beliau lakoni, seperti bekerja di percetakan, buruh bangunan, tukang asongan, pembantu rumah tangga, dan penjual minyak tanah keliling. Setelah 2 tahun lamanya bekerja beliau pun kemudian melanjutkan sekolah di SMA Islam Bandung (SMAIS). Beliau terus bekerja sambil bersekolah, meski demikian beliau selalu masuk dalam 5 besar di kelasnya.
Setelah menamatkan SMAnya, beliau pun melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) di Jurusan Pertanian. Di kampus ini beliau pun aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, salah satunya adalah bergabung dalam Resimen Mahasiswa (Menwa) IPB. Selama kuliah beliau juga masih aktif bekerja. Di lingkungan kampus, beliau terkenal sebagai mahasiswa yang bersahaja dan sederhana, penampilannya di kampus tidak seperti mahasiswa pada umumnya. Pakaian yang beliau kenakan adalah pakaian seadanya, baju-baju hadiah yang bersablon suatu merk produk dan tas yang terbuat dari bekas spanduk.  Sejak KKN, beliau pun mulai aktif menjadi seorang imam dan khatib.
Saat merantau di Bandung dan Bogor selama kurang lebih 10 tahun selama itu pula beliau dianggap hilang oleh keluarganya di Pemalang tanpa kabar sampai akhirnya beliau mengundang kedua orangtuanya Bapak Wasnap dan Ibu Isnipah untuk menghadiri acara wisuda di kampus IPB pada tahun 1982. Sungguh kabar yang mengharukan bagi keluarga, beliau adalah orang pertama dalam keluarga besar di Pesapen yang berhasil meraih Sarjana. Setelah menamatkan pendidikannya di IPB, beliau pun pulang ke Pemalang selama 1 bulan dan kemudian pergi merantau ke Kab. Aceh Tengah, D.I. Aceh pada tahun yang sama. Di sana, beliau menjadi seorang guru di STM Pertanian, Kec. Pegasing, Takengon, Aceh Tengah (sekarang bernama SMKN 2 Takengon). Beliau langsung menjadi PNS.
STM Pertanian Pegasing adalah sekolah baru yang berdiri sekitar tahun 1980. Saat bapak baru kesana, kondisinya seperti hutan dan jarak antar satu bangunan dengan bangunan lainnya berjauhan. Luas komplek sekolah ini sekitar 36 Ha, seperti sebuah kampus universitas. Di sekolah ini bapak termasuk guru perintis, beliau memprakarsai berdirinya musholah Al-Furqon di komplek ini dan Masjid Baiturrahim di Desa Wihnareh, desa tempat sekolah ini berada. Beliau pun menjadi imam sekaligus khatib di kedua tempat ibadah ini. Selain mengajar, beliau pun membina sebuah TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) di Musholah Al-Furqon. TPA ini bermula dari pengajian kecil di rumahnya pada tahun 1994. TPA ini pun kemudian pindah ke Musholah Al-Furqon pada tahun 1995. Ratusan santri dibinanya, yang tidak hanya berasal dari komplek STM dan Desa Wihnareh saja tetapi juga dari desa-desa tetangga, seperti Desa Gelelungi dan Kenyeren. TPA ini juga berhasil menerbitkan generasi-generasi yang cinta agama, yaitu terbukti dengan berhasil memenangkan berbagai perlombaan keislaman dalam festival anak saleh, baik di tingkat kecamatan, kabupaten, maupun Provinsi D.I. Aceh. Beliau juga pernah dipercaya menjadi ketua rombongan Kab. Aceh Tengah dalam Festival Anak Saleh Indonesi VI (FASI IV) di Banda Aceh. Di sekolah tempat beliau mengajar, beliau pun aktif menjadi pembina pramuka. Beliau orang yang tak kenal lelah. Di sela-sela kesibukannya mengajar dan membina TPA, beliau pun masih menyempatkan diri mengurusi peternakan ayam kampung yang ada di belakang rumah dan pembibitan kopi. Beliau juga menanami halaman rumahnya dengan sayur-sayuran. Hampir setiap hari, tamu pun datang silih berganti untuk membeli ayam, telur, bibit kopi, atau pun sayur-sayuran. Istri dan kedua putrinya juga turut membantu mengurus bisnis rumah tangga ini.
Di STM Pegasing, beliau juga termasuk guru yang teladan. Beliau pernah mengampu berbagai mata pelajaran seperti ilmu ukur wilayah, sejarah, dan pertanian. Pada tahun 1988 beliau pun berangkat ke Taiwan untuk menimba ilmu pertanian secara lebih dalam. Selama setahun beliau berada di sana sampai akhirnya pada tahun 1989 beliau pun kembali ke tanah air Indonesia.
Sekitar tahun 1996 beliau pun melanjutkan pendidikannya dengan kuliah di STI Gajah Putih Takengon pada Jurusan Pendidikan Agama. Beliau benar-benar ingin memperdalam ilmu agamanya.
Konflik GAM di Aceh yang dimulai pada tahun 1997 memaksa beliau dan keluarganya untuk hijrah kembali ke Jawa. Banyaknya peranan beliau bagi masyarakat membuat masyarakat keberatan atas kepindahan beliau. Masyarakat Desa Wihnareh berani menjamin keselamatan bapak asalkan beliau mau tinggal di Aceh. Namun kerinduan akan kampung halaman di Jawa ternyata tak mampu mengalahkan keinginan masyarakat, sehingga beliau pun tetap pindah ke Jawa pada bulan Desember 1999 dengan membawa serta istri dan ketiga putrinya.
Di Jawa, beliau pun bertugas di SMKN 1 Bulakamba, Brebes, Jawa Tengah. Sedangkan istri dan ketiga putrinya tinggal di Pemalang, Jawa Tengah. Sekolah ini juga merupakan sekolahan baru yang berdiri pada tahun 1999. Bapak pun menjadi salah seorang guru perintis di sekolah ini. Bersama kepala sekolah dan guru-guru lainnya beliau pun berusaha mengembangkan sekolah ini. Beliau juga yang memprakarsai dibangunnya musholah di sekolah ini, bahkan beliau sendiri yang mendesainnya. Beberapa jabatan yang pernah ia duduki di sekolah ini adalah menjadi Ketua Jurusan Nautika Perikanan dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana dan Prasarana. Berbagai pelajaran pernah diampunya selama di sekolah ini, seperti pertanian, Bahasa Inggris maritim, dan Pendidikan Agama Islam. Beliau juga pernah ditawari menjadi kepala sekolah di sebuah SMK di Brebes, namun beliau menolak. Selain itu, beliau pernah terpilih menjadi Guru Terfavorit  di SMKN 1 Bulakamba yang dipilih langsung oleh para siswa. Sejak bulan Mei 2013 sakit yang beliau alami sudah mulai parah namun beliau masih aktif ke mengajar sampai sehari menjelang operasi, yaitu pada tanggal 27 Juni 2013. Beliau ingin menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai guru sampai dengan kenaikan kelas. Saat terbaring sakit pun beliau masih sempat memikirkan murid-muridnya, “Siapa yang mengajar murid-murid saya?” pintanya 2 hari sebelum meninggal.
Selama di Brebes, beliau tinggal di rumah dinas dan pulang ke Pemalang setiap akhir pekan untuk menemui keluarganya. Kegiatan sehari-hari beliau selain mengajar adalah merawat musholah sekolah dan menanam berbagai tanaman di lingkungan sekolah. Beliau juga menyempatkan diri mengajar siswa-siswanya yang ingin belajar membaca Al-Qur’an.
Di Dusun Pesapen, Pemalang, kampung halamannya, beliau juga merupakan salah satu tokoh agama. Beliau merupakan salah satu imam dan khatib di Masjid Khoerul Huda, masjid sebelah rumahnya. Beliau juga aktif dalam penghijauan di desa, beliau menanam beberapa pohon ketapang di lapangan bola sebagai peneduh dan beberapa tanaman hias di masjid.
Dalam hidupnya, beliau sangat sederhana. Untuk transportasi sehari-hari beliau lebih memilih sepeda daripada sepeda motor. Sejak muda beliau sangat menggemari sepeda. Beliau selalu mengajarkan hidup sederhana kepada ketiga putrinya. Beliau begitu santun dan bersahaja dalam pergaulan. Banyak cita-cita dan keinginan beliau yang belum tercapai, seperti ingin bersepeda Brebes-Semarang dan ingin mengabdikan dirinya di pesantren untuk mengisi masa tuanya. Namun sayang, ternyata Allah berkehendak lain. Beliau pun kembali ke Rahmatullah pada Kamis, 3 Oktober 2013 dengan meninggalkan seorang istri dan 3 orang putri.
Cerita ini saya tulis untuk mengenang 7 hari wafatnya beliau. Cerita ini asli dan bersumber langsung dari almarhum ketika beliau masih hidup yang sering disampaikannya kepada kami putri-putrinya. Cerita-cerita semasa beliau hidup telah menjadi ispirasi dan motivasi yang nyata bagi kami.
Sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada para karib kerabat, handai taulan, sahabat, rekan-rekan, dan semua yang telah mendo’akan almarhum Bapak Mukodam. Mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan yang pernah beliau perbuat, baik sengaja maupun tidak sengaja. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT. Semoga beliau ditempatkan dalam Jannah-Nya. Aamiinn ya Rabbal ‘Alamiinn...

Senin, 07 Oktober 2013

Hari-Hari Terakhir



Sabtu, 28 September 2013
Sekitar pukul 18.30 WIB bapak masuk RSUD Ashari Pemalang. Perutnya kembung sudah 2 hari, makanan dan minuman yang masuk tak bisa keluar. Sehingga  2 hari ini pula bapak puasa. Hari ini hanya dr. Yanto yang memeriksa bapak, dokter umum yang bertugas jaga. Aku masih mengajar di Ganesha Operation Purwokerto. Malam itu rasanya ga karuan, ingin segera pulang ke Pemalang.
Bukan kali ini saja bapak masuk rumah sakit. Sebelumnya tanggal 28 Juni 2013 bapak masuk RSI Harapan Anda, Tegal untuk operasi ambaien. Kemudian tanggal 22-26 Juni 2013 bapak bolak-balik periksa kesehatan di RSUP Karyadi, Semarang. Kemudian sehari kemudian, tanggal 27 Juli 2013 bapak dirawat di RSUD Ashari, Pemalang. Sejak bulan September 2013 bapak juga sudah divonis dokter kalau terkena kanker anorektal stadium 3.

Minggu, 29 September 2013
Pukul 09.30 WIB aku sudah sampai di rumah. Ku sempatkan diri untuk beres-beres rumah terlebih dahulu bersama adikku sebelum kami ke rumah sakit pada pukul 12.15 WIB.
Setibanya di rumah sakit kulihat bapak terbaring lemah di tempat tidur Ruang Cenderawasih No. 3. Tak tega rasanya, air mataku pun mengalir tatkala ku memijat kakinya. Begitu juga dengan adikku. Kasihan dia, usianya masih cukup muda menyaksikan bapak yang sakit keras. Kembung di perut bapak juga semakin membesar, sesekali beliau mengerang kesakitan.
Sakit bapak tak ada perubahan sampai akhirnya aku pulang ke rumah pada pukul 18.30 WIB. Hanya ibu dan om ku saja yang menemani bapak. Hari ini juga bapak belum diperiksa oleh dokter spesialis penyakit dalam atau dokter bedah karena libur.

Senin, 30 September 2013
Pukul 07.30 WIB aku sudah kembali lagi ke rumah sakit. Niatku adalah bergantian jaga dengan ibuku agar beliau bisa istirahat. Namun, ibuku tetap tak bisa pulang, kondisi bapak semakin parah.
Sekitar pukul 11.00 WIB dr. Kun datang memeriksa  bapak, dokter spesialis bedah yang menangani penyakit bapak. Dengan detail dr. Kun menjelaskan penyakit bapak, meledak-ledak apa adanya. Bapak menderita kanker anorektal, penyakit itu telah menutup rektum sehingga menyumbat anus. Akibatnya makanan dan minuman yang masuk tak dapat keluar dan naik ke saluran pencernaannya, alhasil perutnya pun kembung. Satu-satunya usaha yang dapat dilakukan adalah operasi kolostomi, yaitu operasi pemotongan rektum dan penutupan dubur. Untuk pengeluaran feses akan dibuatkan lubang di perut sebelah kiri. Usus besar yang telah dipotong nantinya akan diarahkan ke lubang ini. selanjutnya feses yang keluar akan ditampung oleh kantong plastik dan itu akan berlangsung secara permanen sampai akhir hayat. Ini bukan pertama kalinya bapak mendengar operasi ini, sebelumnya bapak telah disarankan oleh dr. di RSUP Karyadi dan juga di RSUD Ashari saat bulan Juli lalu sehingga bapak tidak begitu kaget. Saat itu bapak menolak untuk operasi namun untuk kali ini dengan penjelasan dr. Kun yang begitu meyakinkan pasien, bapak pun siap dioperasi. Operasi akan dilakukan pada hari selasa di RS Prima Medika Pemalang karena ruang operasi di RSUD Ashari masih dalam perbaikan.
Guna mengatasi masalah kembung bapak sampai waktu operasi nanti, hidung bapakpun dipasang selang NGT melalui hidung, fungsinya adalah untuk mengurangi kembung di perut. Dengan perlahan angin dan cairan di perut akan keluar melalui selang tersebut dan kemudian ditampung dalam botol plastik. Selain selang NGT, penis bapakpun di pasang selang, fungsinya adalah untuk mengeluarkan urin. Pemasangan kedua selang ini dilakukan setelah rontgen dan USG. Kini ada 3 selang yang menempel di tubuh bapak: selang infus, NGT, dan urin.
Setelah pemasangan selang, bapakpun dipindahkan ke RS Prima Medika dengan menggunakan ambulance.
Pukul 13.30 WIB kami pun sampai di RS Prima Medika. Bapak masuk ruang Bangsal Seruni 1. Ruang VIP Anggrek dan Utama Dahlia telah penuh sehingga tak ada pilihan lain selain di ruang Seruni. Sampai dengan pukul 17.30 WIB keadaan bapak tak juga membaik namun aku harus pulang untuk menemani adikku di rumah.

Selasa, 1 Oktober 2013
Pukul 06.00 WIB aku sudah sampai di rumah sakit. Betapa kagetnya aku, ibu dan omku menangis. Bapak makin kritis, kini ada satu selang lagi yang menempel di hidungnya, selang oksigen. Bapak minta dibacakan Q.S. Yasin. Segera kukeluarkan Al-Qur’an yang sengaja kubawa pagi itu. Sebelum mengaji ku kirim pesan dulu ke saudara-saudara bapak yang lain untuk segera datang karena bapak ingin mendengar mereka mengaji. Setelah mengirim pesan, aku pun membacakan Yasin sambil bercucuran air mata. Ibu membimbing bapak membaca kalimat syahadat dan puji-pujian dan aku terus mengaji sampai selesai. Entah berapa kali aku mengulang bacaan surat Al-Qur’an 83 ayat itu. Pukul 09.00 WIB Mba Puput pun tiba dari Pekalongan, dia adalah kakakku, anak pertama dalam keluarga kami. Pukul 10.00 WIB Ragil pun datang dari sekolah, dijemput oleh om ku. Kondisi bapak makin tidak karuan, setiap yang datang pasti akan meneteskan air mata. Pukul 11.00 WIB tiba-tiba impus bapak berhenti, perawat pun datang untuk memeriksanya. 3 orang perawat mencoba membuat saluran impus baru, entah berapa kali mereka mencoba menyuntik di tangan kanan-kiri dan kaki kanan-kiri bapak sampai akhirnya berhasil membuat saluran impus di kaki kirinya. Pembuluh-pembuluh darah bapak sudah makin mengecil sehingga tak bisa dialiri impus. Bapak pun kemudian di bawa ke ruang ICU saat itu juga.
Di ruang ICU bapak pun dipasang monitor untuk mengetahui denyut jantung, tekanan darah, suhu tubuh, dan kadar O2. Data-data di layar monitor menunjukkan kalau bapak kekurangan cairan, perawat pun memasang impus baru yang disalurkan melalui kaki kanan bapak. sehingga kini ada 5 selang yang menempel : 2 selang impus, selang NGT, selang urin, dan selang nafas, ditambah lagi kabel-kabel detektor monitor.
Hanya 2 orang saja yang izinkan menunggu pasien langsung di ruang ICU. Selebihnya menunggu di lorong rumah sakit karena ruang ICU di RS Prima Medika ini belum dilengkapi dengan ruang penunggu pasien.
Pukul 19.30 WIB dr. Kun datang memeriksa bapak, melihat kondisi bapak dr. Kun pun memutuskan operasi yang semula dijadwalkan malam ini akan ditunda sampai kondisi umum bapak membaik. Jika operasi tetap dilaksanakan malam ini juga maka bisa berakibat fatal. Malam ini aku melihat bapak tertawa mendengar cerita dokter. Sejak awal dr. Kun memang selalu bisa membuat bapak tertawa setiap diperiksa. Dan aku suka itu.
Setelah diperiksa, aku pun membantu ibu membersihkan badan bapak dan menggantikan bajunya. Pukul 22.00 WIB keadaan bapak mulai membaik, bapak mulai tenang, tidak sekritis tadi siang. Aku dan Ragil pun pulang ke rumah. Ibu, kakak, Pak de, dan om ku yang menemani bapak di rumah sakit.

Rabu, 2 Oktober 2013
Pukul 07.30 WIB aku sudah sampai di rumah sakit, membawakan barang-barang yang diperlukan dan sarapan untuk ibu dan kakakku. Sejak semalam bapak sudah bisa buang air besar sehingga pagi ini bapak bisa tidur. Selama bapak sakit, Ketika bapak sadar aku selalu mengajaknya berkomunikasi, berusaha membangkitkan semangatnya, menanyakan hal-hal yang dia inginkan ketika sembuh nanti.  Waktu di rumah akulah yang paling sering mengobrol dengan bapak, beliau sangat senang jika aku pulang dari Purwokerto karena bisa menemaninya mengobrol. Kebiasaan bapak waktu sehat yang tak mau diam dan suka jalan-jalan membuat dirinya ingin bangkit dari tempat tidur rumah sakit itu. Kalau ia tak sadar dirinya dipenuhi selang dan kabel-kabel detektor beliau pasti sudah turun dari ranjang. Orang-orang sekelilingnya selalu berusaha merayu agar ia tetap berbaring.
Pukul 20.00 WIB keadaan Bapak belum juga membaik, dr. Kun pun berkata bahwa bapak tidak mungkin dioperasi, rencana operasi pun dibatalkan sehingga satu-satunya usaha adalah berdo’a. Setelah mendengar penjelasan dokter aku dan Ragil pun pulang.

Kamis, 3 Oktober 2013
Pukul 05.45 WIB, rasanya bagai disambar petir. Bapak pun menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang tanpa gerasahan di ruang ICU RS Prima Medika. Mba Puput yang menyaksikan nafas terakhir bapak. Aku dan Ragil pagi itu masih di rumah. Aku pun tak kuasa menahan air mata sambil memeluk adikku. Alhamdulillah kami masih diberi kesempatan menemani bapak dihari-hari terakhirnya, dari pagi sampai malam aku berada di sampingnya selama 5 hari di rumah sakit. Bapak juga tak pernah melewati sholat fardhunya selama sakit.
Selamat jalan bapak, semoga amal ibadahmu diterima di sisi Allah Swt, smeoga kau ditempatkan dalam surga-Nya. Terima kasih kepada dr. Kun yang selalu bisa membuat bapak tersenyum dan tertawa, para perawat di RSUD Ashari dan RS Prima Medika yang setia merawat bapak dengan sabar, karib kerabat yang telah membantu menjaga dan menunggu bapak selama di RS, dan segenap rekan-rekan bapak yang telah datang menjenguk dan berdo’a.